Dalam satu minggu ini, masyarakat DKI Jakarta dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang memilukan sekaligus memalukan. Saya katakan memilukan karena dalam peristiwa tersebut ada nyawa anak manusia yang harus melayang yakni alawi dan deni yang masing-masing merupakan pelajar sekolah menengah tingkat atas, dan saya katakan memalukan karena tawuran ini terjadi di institusi pendidikan kita yang seharusnya mampu memberikan nilai-nilai karakter postif namun ternyata kecolongan. Dan parahnya lagi institusi pendidikan yang terlibat dalam tawuran itu adalah sekolah-sekolah favorit yang hampir semua siswanya berlatar belakang ekonomi keluarga yang mampu dan lebih dari cukup.
Berikut ini data tawuran yang dihimpun dalam salah satu berita online (merdeka.com) bersumber dari Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto yang terjadi periode Januari hingga September 2012:
1. Jl Matraman Kebayoran Baru, Jaksel, pada 19 April. Korban Guntur (17), Harzan Saparta (17). Perkelahian antar pelajar, dua orang luka di RS Pertamina.
2. Jl Ampera RT 03/05 Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada 3 Mei. Korban tewas Bayu Dwi Kurniawan (16), Rahman Aldi (17) kritis, Muhaji Adenan (16) kritis.
3. Jl Diponegoro, depan kampus YAI dan UKI Jakpus, pada 5 Mei. Tidak ada korban.
4. Kampus UKI dan YAI di Jl Diponegoro, Senen, Jakpus, pada 8 Mei. Keributan antar dua kelompok dengan saling lempar batu dan bom molotov.
5. Jl Diponegoro, Kenari, Senen, Jakpus, pada 9 Mei. Dua orang yang tak terdata terluka. Tawuran kedua pihak UKI dan YAI, masing-masing berpersonel 50 dan 300 orang.
6. Tawuran antar pelajar di Bundaran Bulungan, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jaksel, pada 29 Mei. Lima pelajar SMAN 6 Jakarta, dua siswa SMAN 70 Jakarta, dan seorang anggota Patko Res Jaksel Linga Wisnu Pamungkas terluka.